H. Toha Muslih sang Muadzin Suryalaya |
Toha Muslih lahir di Tasikmalaya pada tanggal
2 Pebruari 1942 M. Ia dilahirkan tepatnya di Kampung Godebag (Cibagbag) Desa
Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya. Ayahnya bernama Mad Fakih
bin Adhani dari Cihonje Kec. Rajapolah Kab. Tasikmalaya. Ibunya bernama Engki
binti Ahmad Sobari dari Godebag. Toha adalah anak keempat dari sepuluh
bersaudara. Kesembilan saudaranya yaitu Tiah (alm.), Sahidi (alm.), Ikin
(alm.), Ahmad Muhamad (alm.), Isoh (alm.), Rabiah, Udin (alm.), Anah, dan Esih.
Saat masih kecil ia diberi panggilan oleh
orangtuanya dengan nama Salim. Setelah kira-kira berusia enam belas tahun nama
tersebut diganti dengan nama Toha. Nama tersebut ia peroleh dari kakeknya,
yaitu Ahmad Sobari (w. 1959 M.). Sedangkan nama Muslih ia peroleh (di waktu
berikutnya) dari H. Syihabuddin Suhrowardi (Ajengan Citungku) dari Ciamis.
Toha muda mengenyam pendidikan hingga lulusan
SMP. Sebelumnya ia menuntaskan Sekolah Dasar di Bojongbenteng selama 6 tahun.
Tempat pembelajaran yang tidak terlalu jauh untuk ukuran jarak saat itu,
kira-kira berjarak dua kilometer dari kampung Godebag yang ditempuh dengan
jalan kaki. Ia belajar di Sekolah Dasar bersama dengan Odi Sodikin dari
Cikoranji, Jumdi dari Cikoranji, dan Aman dari Bojongbenteng. Toha muda pun
lulus sekolah dasar pada tahun 1957 M.
Setelah lulus Sekolah Dasar, ia berhenti
selama satu tahun dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP)
selama tiga tahun di Suryalaya. Pada saat itu SMIP belum memiliki bangunan
sendiri. Sehingga selama satu tahun sebelum memiliki bangunan sendiri, Toha
muda mengikuti kegiatan pembelajaran di SD Sindangherang sebagai bangunan
sementara SMIP. Pada teknisnya, para siswa SD menggunakan bangunan tersebut
dari pagi hari hingga siang hari. Dan para siswa SMIP termasuk Toha muda di
dalamnya, menggunakan bangunan itu mulai siang hari hingga selesai pembelajaran
pada sore hari.
Setelahnya Abah Anom mendirikan SMIP pada
tahun 1962 dengan Kepala Sekolah KH. Noor Anom Mubarok, BA.,[1]
Toha pun belajar dengan suasana baru. Ia dapat belajar di pagi hari dan jarak
yang ditempuh pun lebih dekat dari rumah. Teman seperjuangan Toha muda di SMIP
pada saat itu diantaranya adalah Oneng binti Abah Anom, Anay binti Hj. Didah
Rosidah dari Suryalaya, Tatang dari Payungagung (lulus SMIP jadi tentara),
Mustari Tohidin (Utoh) dari Cihonje, dan Endis Sandisi dari Panawangan
(sekarang Wakil Talkin Abah Anom).
Adapun para pengajar Toha muda di SMIP
diantaranya Bapak Kusmana, Bapak Ucu (alm.) asal Panumbangan, Bapak Aman asal
Golat, Bapak Didi asal Sukakerta, Bapak Romli dari Ciawi, Bapak Mamad dari
Puteran, Bapak Eman dari Puteran, H. Aun Djunaedi (alm.) dari Godebag, dan H.M.
Issak dari Godebag.
Selain mengenyam pendidikan formal, Toha muda
pun pernah mondok di sebuah pesantren yang sangat terkenal saat itu, yaitu
Pondok Pesantren Cijantung- Kab. Ciamis. Toha muda sangat senang bisa belajar
di Pondok tersebut, terlebih keinginan untuk mondok tersebut timbul dari diri
sendiri. Namun sayangnya di lembaga yang terkenal dengan Pesantren Al-Quran ini,
Toha muda hanya mondok selama dua belas hari, disebabkan kurangnya biaya untuk
melanjutkan pendidikan di sana. Di Pesantren kebanggaan kab. Ciamis tersebut,
Toha ditemani oleh Mustari Tohidin (Utoh) dan Sugandi yang sama-sama berasal
dari Cihonje-Ciamis.
Pada usia
remaja Toha sangat akrab dengan kakeknya, Ahmad Sobari. Dengan kedekatannya,
Toha lebih sering tidur di masjid bersama kakeknya atau di atas menara dari
pada tidur di rumahnya. Ia sering dibangunkan oleh Kakeknya untuk belajar
melakukan qiyamullail. Di usia 15 tahun ia sudah belajar tarhim dan
adzan kepada pamannya, yaitu Bakri dan Hanafi. Keduanya merupakan adik kandung
dari Ibunya. Dua tahun berikutnya, ia pun meminta ditalqin[2]
belajar mengamalkan dzikir Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyyah (TQN) Pondok
Pesantren Suryalaya kepada Abah Anom.
Selama
belajar tarhim kepada pamannya, Toha pernah mengalami tragedi kecil. Dari
pengakuannya; Ketika sedang tidur di menara masjid (menara pertama), ia dipanggil oleh pamannya (Bakri) untuk ke
kamar mandi. Selesai dari kamar mandi, dengan terburu-buru ia segera menaiki
menara kembali. Dengan kondisi masih capek (karena baru naik tangga), ia
langsung mengumandangkan adzan subuh. Tidak disangka, ketika sampai lafadz asyahadu
alla ilaha illalloh, ia jatuh pingsan. Selang beberapa saat ia sadar dari
pingsannya setelah berada di dalam masjid, Ia pun tengah dikerumuni oleh
beberapa jamaah yang hendak melaksanakan shalat berjamaah subuh. Tragedi itu
terjadi saat ia berusia 20 tahun.
Setelahnya menginjak usia dewasa, pada tahun 1967 di usia 25 tahun Toha menikah dengan gadis muda berusia 16 tahun yang menjadi pilihannya yaitu Uum Sumiati. Usia tersebut dipandang cukup dewasa kala itu. Ia berasal dari Dusun Warudoyong Ds. Sindangherang Kec. Panumbangan Kab. Ciamis. Dari pernikahannya Toha dikaruniai keturunan sebanyak enam orang, yaitu Agus Supyan, Arif Husen, Yati (meninggal pada usia 2 tahun), Mimid, Iis Suhanah, dan Isak. Saat ini kelima anak dari pasangan Toha dan istrinya telah berkeluarga.
Amanah Adzan Khas Suryalaya
Suatu ketika Pondok Pesantren Suryalaya tengah kedatangan tamu yang cukup banyak. Toha Muslih yang saat itu tengah menginjak usia paruh baya diberi selembar kertas kecil dari Abah Anom yang disampaikan oleh Bapak Herman. Dalam selembar kertas itu tertulis “aya tamu, adzanna nu eta!”. (“Ada tamu, adzannya yang itu”). Maksudnya, Toha diperintah Abah Anom untuk mengumandangkan adzan khas Suryalaya. Dari cerita tersebut dapat dipahami bahwa sosok Toha Muslih telah mendapatkan amanah dari Abah Anom sebagai muadzin di Masjid Nurul Asror Pondok Pesantren Suryalaya. Berkaitan dengan tugasnya sebagai muadzin, Toha Muslih memiliki beberapa variasi lagu dalam mengumandangkan adzan, diantaranya:
Adan Versi I, yaitu langgam adzan yang menjadi ciri khas
bagi Pondok Pesantren Suryalaya. Langgam adzan ini telah ada sejak muadzin
Hanafi, namun saat itu cengkoknya tidak terlalu kental seperti sekarang, karena
adzan ini telah banyak diperbaharui oleh Toha. Adzan Ini sering dikumandangkan
oleh Toha Muslih pada waktu Subuh hari Jumat, pada waktu menjelang shalat
Jum’at, dan pada waktu-waktu tertentu ketika banyak tamu yang berkunjung ke
Pondok pesantren Suryalaya. Jika dilihat dari jenis lagunya, adzan ini diambil
dari lagu Misri Maqam Rast Jawab dan Jawabuljawab.
Karena
kekhasannya, adzan versi ini seakan menjadi icon Suryalaya, yang melekat pada
nama Toha Muslih sebagai muadzinnya. Adzan ini cukup sulit untuk ditiru, disebabkan
cengkoknya yang khas. Menurut Toha Muslih, adzan ini diperbaharui dengan
terinspirasi dari langgam pembacaan barjani versi Suryalaya. Selain itu, untuk
mengumandangkan adzan ini memerlukan pengaturan nafas yang baik, karena membutuhkan
nafas yang panjang. Bahkan Toha Muslih mengatakan: “Jika masih cukup nafasnya,
pada lafadz Hayya ‘Alashsholah yang kedua masih harus ditinggikan lagi.”Jika
diamati, dari awal hingga selesai adzan ini memakan waktu kurang lebih tujuh
menit. Dengan langgamnya yang unik tersebut, adzan suryalaya ini seakan belum
pernah ditemukan di tempat manapun, baik di dalam maupun di luar negeri. Adzan
ini pertama kalinya dikumandangkan oleh Toha pada acara gunting pita/peresmian
Menara Masjid Nurul Asror (1970 M.)
Adzan Versi II, yaitu
langgam adzan yang sering dilakukan oleh Toha Muslih pada waktu Shalat Shubuh.
Langgam ini pun pernah dikumandangkan pada masa Abah Sepuh, oleh muadzin Bakri
dan Hanafi. Dilihat dari jenis lagunya, adzan versi umum ini diambil dari lagu
Misri maqam Hijaz; tingkatan asli dan jawab (pen.). Karena lagu ini mempunyai sifat allegro, artinya mempunyai irama yang ringan, cepat dan lincah, disamping banyak variasi
turun dan naik secara tajam. Selain itu lagu adzan lagam ini (Hijaz ala
Mishry) terdengar lebih halus, syahdu, dan menyenntuh.
Adzan Versi III, yaitu langgam adzan yang lebih sering
dikumandangkan pada waktu adzan Asar. Versi ini adalah versi asli Toha Muslih,
karena adzan ini hasil ciptakan ia sendiri, dan. Langgam ini terinspirasi dari langgam
pembacaan barjanji lagu kedua. Dilihat dari jenis lagunya, adzan versi asli Toha Muslih
ini diambil dari nada Nahawan.
Adan Versi IV, yaitu langgam adzan yang biasa dikumandangkan oleh Toha Muslih menjelang shalat Jum’at. Langgam ini
dilakukan pula oleh Hanafi (pamannya), namun lagu ini telah diperbaharui oleh Toha Muslih.
Seiring berjalannya waktu, adzan versi ini pun jarang dilagukan saat menjelang
shalat jumat. Dilihat dari jenis lagunya, lagu ini diambil dari lagu Hijaz dan
Syikah.
Kini sang muadzin H. Toha Muslih tak akan pernah lagi mengumandangkan adzan, namun beberapa langgam adzannya masih bisa diperdengarkan di Masjid Nurul Asror Pontren Suryalaya, Insya Allah.
Penulis : Kamaludin Koswara
[1]
Harun Nasution (ed.), THORIQOT QODIRIYAH NAQSABANDIYAH: Sejarah, Asal-usul
dan Perkembangannya; Kenang-kenangan Ulang Tahun Pondok Pesantren Suryalaya
ke-85 (1905-1990). (Tasikmalaya: IAILM Suryalaya, 1990), 374
[2] Talqin secara etimologi bentuk mashdar dari kata laqqana yang berarti “pengajaran”. Talqin di sini secara terminologi adalah pengajaran dzikir secara khusus dari Mursyid kepada murid, baik secara langsung maupun melalui perantara wakilnya (wakil talqin). (Dikutip dari Rojaya, STUDI KITAB DAN AMALIAH TASAWUF (Tasikmalaya: Latifah, 2016), 32.)
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon