Tafsir Esoteris Sufistik Cerita Si
Kabayan
Bedah Buku "Paradoks Cerita-cerita Si Kabayan" karya Prof. Jacob Sumardjo
Bedah Buku "Paradoks Cerita-cerita Si Kabayan" karya Prof. Jacob Sumardjo
(oleh: Drs. Asep Haerul Gani, Psikolog)
*
Tahun
1991 saat saya melakukan penelitian pendahuluan dalam rangka penulisan skripsi
"Hubungan antara Orientasi Religius, Makna Hidup dan Toleransi Kehidupan
Beragama pada Pengamal Tasawuf Tariqat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah Pondok
Pesantren Suryalaya" saya menyimak Abah Anom (KH. Ahmad Shahibulwafa Tajul
Arifin) berbincang-bincang dengan tamu yang datang dan memiliki kekhawatiran
tentang bertasawuf.
Alih-alih
menjawab secara langsung dengan fatwa, Abah Anom menjawabnya dengan bercerita,
"Suatu kali Si Kabayan dibangunkan dari tidurnya dan diminta segera ke
sawah untuk membantu mencangkul. Tiba di pematang sawah, Kabayan duduk
termenung dan melihat sawah yang sudah tergenangi air. Kabayan melihat bayangan
langit yang jauh di permukaan air sawah. Ia semakin termenung dan khawatir akan
tenggelam bila ia menjejakkan kakinya ke sawah.
Mertua
Kabayan mencermati keadaan menantunya menjadi gusar dan menegur,
"Kabayan, kenapa kamu hanya duduk bermenung di pematang?"
"Saya takut kelelep, ini kelihatannya dalam, bah"
"Dalam apanya?"
"Ini lihat .... langitnya saja ada di sini dan jauhhhhh "
Mertua Kabayan enggan berdebat dengan Kabayan, lalu mendorong Kabayan hingga tercebur ke sawah.
"Eh... Abah.... apa ini... ternyata ... dangkal..".
"Kabayan, kenapa kamu hanya duduk bermenung di pematang?"
"Saya takut kelelep, ini kelihatannya dalam, bah"
"Dalam apanya?"
"Ini lihat .... langitnya saja ada di sini dan jauhhhhh "
Mertua Kabayan enggan berdebat dengan Kabayan, lalu mendorong Kabayan hingga tercebur ke sawah.
"Eh... Abah.... apa ini... ternyata ... dangkal..".
Saya
mencermati respon sang tamu yang diam tercenung dan lalu sumringah.
**
Saya
menemukan cerita seringkali digunakan untuk pembelajaran di seputar pesantren
khususnya Pesantren Tasawuf. Para Kyai, Ajengan, Guru memilih cerita sebagai
seloka atau amsal atau kias atau metafora dari sebuah jawaban. Murid
diperbolehkan menarik tafsir yang bermanfaat bagi dirinya atas cerita yang
didengarnya. Guru takkan pernah memberi tafsiran atas cerita yang
disampaikannya,
"Guru,
mengapa setiap aku bertanya, engkau menjawabnya dengan cerita? Mengapa Guru tidak
menjelaskan maksud dari cerita itu? "
"Bila engkau membeli buah kepada tukang buah, apakah engkau memintanya pula untuk memakan, menikmati dan mengunyahkan serta menelankan buahnya untukmu?"
"Tidak, Guru"
"Bila engkau membeli buah kepada tukang buah, apakah engkau memintanya pula untuk memakan, menikmati dan mengunyahkan serta menelankan buahnya untukmu?"
"Tidak, Guru"
***
Prof
Jakob (Jacobus) Sumardjo melalui buku "Paradoks Cerita-Cerita Si
Kabayan" yang diterbitkan Yrama Widya, Bandung, 2014 ini memilih,
mengumpulkan dan menafsirkan cerita-cerita Si Kabayan dengan tafsiran esoteris,
sufistik hingga mistis. Sumardjo memilih untuk tidak seperti sang Guru yang membiarkan
sang murid mengunyah dan menikmati buah itu sendiri. Ia memilih menikmati buah,
mengunyahnya dan menelannya lalu menceritakan proses dan hasil menikmati
mengenyah dan menelan buah itu kepada murid. Sumardjo memilih menjadi Sang
Penafsir, dan ia memilih tafsir almawdu (tematik) dengan tema sentral tasawuf
yang mengkaji hubungan antara ciptaan dengan Pencipta.
Cerita-
cerita si Kabayan sebanyak 55 disajikan dan dianalisa penanda, metafora, dan
tafsirnya. Tafsiran atas cerita-cerita Si Kabayan ini mencakup ragam tema dalam
tasawuf yang meliputi : keterpaduan iman-islam-ihsan;
syari'at-thariqat-haqiqat-ma'rifat; jismani-nafsani-ruhani; fungsi-fungsi
qalbu; nafsul amarah, nafsul lawamah, nafsul muthmainnah; akhlak al-karimah;
dan perjalanan dari diri yang hina nista menuju perjumpaan dengan yang Mulya.
Kesemua
tafsiran ini diikat dalam sebuah kesatuan tafsir dalam kata Paradoks. Kelakuan
si Kabayan yang dipandang sepintas salah, konyol, gila, bodoh namun pada saat
yang sama adalah benar, jenius, mulya, cerdas. Saya lebih memilih Si Kabayan
ini Oxymoron, ada bodoh dalam cerdas,
ada cerdas dalam bodoh.
Kita
boleh sepakat dengan tafsir yang disajikannya, dan kita pun boleh membuat
tafsir lain atas cerita yang sama. Bila Snouck Hourgronye mengumpulkan 121
cerita Si Kabayan dari daerah Banten dan 80 kisahnya kemudian dianalisa oleh
Lina Maria Coster-Wijsman dari sisi kesusastraan dan menjadikannya sebagai
Disertasi, Prof Jakob Sumardjo mengumpulkan 50 cerita dan 5 cerita dari Lina
Maria Coster Wijsman dan mengkategorikan tafsirnya menjadi 4 kelompok, yaitu
Paradoks Metafisika, Paradoks Pikiran, Paradoks Perbuatan, dan Paradoks Nafsu.
Khasanah
penulisan tentang Si Kabayan ini memperkaya tulisan-tulisan yang sudah ada.
Achdiat Kartamihardja, penulis Roman Atheis yang juga Ihwan TQN PP Suryalaya,
murid Abah Sepuh, diduga sebagai penulis yang serius menulis Kabayan dan telah
menulis 3 judul yaitu Dongeng-Dongeng Si Kabayan (1963) saat muda. Di usia
senja ia menulis buku "Si Kabayan Manusia Lucu" (1997) dengan setting
metropolis dan Si Kabayan Nongol di Jaman Jepang (2005).
Prof. Jacob Sumardjo melalui Buku ini dapat dipandang sebagai "Al Mufassir
Awwalun" atas Cerita Si Kabayan.
loading...
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon