Mahasiswa pascasarjana IAILM Suryalaya prodi Akhlak
Tasawuf melakukan kunjungan ke Pusat Thariqat Al Idrisiyah di Pagendingan,
Tasikmalaya pada Hari Kamis, 22 September 2016. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan wawasan mengenai Manhaj as Shufiyah yang ada di Nusantara. Dimulai
dari yang terdekat yang berada satu Kabupaten, Tasikmalaya.
Mahasiswa Pascasarjana IAILM Suryalaya berfoto dengan Mursyid Tarekat Idrisiyah, Syaikh Muhammad Fathurrohman, M.Ag. (tengah) dan para muridnya. |
Adapun hasil kunjungan ke Pusat Thariqat Al Idrisiyyah Pagendingan Tasikmalaya, lebih detailnya kami suguhkan paparan berupa
rangkuman yang ditulis oleh Asep Haerul Gani.
Asal usul Idrisiyah
Al Idrisiyah di Tasikmalaya adalah Tariqat yang
dikembangkan oleh Syaikh Akbar Abdul Fattah, di tahun 1930an. Tariqat ini
berkembang dengan terinspirasi 4 karya agung dari Syaikh Tasawuf, yaitu Syaikh
Abdul Qadir Al Jilani dengan metode dzikirnya, Syaikh Ahmad Syadzili dengan
konsep Zuhudnya, Syaikh Sanusi dan Syaikh Idris dengan gerakan Neo Tasawufnya
yang menghadirkan Tasawuf dengan semangat kekinian dengan bertumpu pada 3
pilar, Iman, Islam, Ihsan.
Riwayat Perkembangan Al Idrisiyah
di Tasikmalaya
Syaikh Akbar Abdul Fatah dahulu dikenal sebagai Mama
Ajengan Cidahu karena ia memimpin pondok pesantren di daerah Cidahu. Kala ia
mesantren di pesantren Kudang, dan ketika menelaah ayat dalam Surat Al Kahfi
yang ada kalimat "Waliyyan
Mursyidan" , timbul pertanyaan di dalam hatinya,
Ia bertanya kepada Gurunya, Mama Ajengan Kudang kala itu,
"Apakah Mama sudah 'Waliyyan Mursyidan' ?"
"Mama bukan Waliyyan Mursyidan"
"Lalu, siapakah yang sudah Waliyyan Mursyidan?"
"Mama tidak tahu, silakan kamu cari sendiri, bila sudah tahu beritahu Mama"
"Apakah Mama sudah 'Waliyyan Mursyidan' ?"
"Mama bukan Waliyyan Mursyidan"
"Lalu, siapakah yang sudah Waliyyan Mursyidan?"
"Mama tidak tahu, silakan kamu cari sendiri, bila sudah tahu beritahu Mama"
Ia kemudian menelusuri beragam thariqat yang sudah ada di
Jawa dari Banten hingga Bangkalan dan mempelajarinya dengan cara memasukinya
dan mengamalkannya, lalu ia bermaksud belajar di Makkah, namun terjadi musibah
karena kapal laut yang ditumpanginya bersama keluarganya hancur diterjang
ombak, sehingga ia dan keluarganya terdampar di Malaysia. Ia kemudian berdakwah
selama hampir 5 tahun di Malaysia, dan selanjutnya ia belajar di Makkah yang
membuatnya berjumpa dengan Syaikh Ahmad Syarif As Sanusi. Usai berkhidmat
selama 3 tahun kepada Mursyid, suatu hari ia diminta menghadap Mursyid dan ia
mendapatkan amanat berupa penugasan untuk penyebaran Thariqat di Nusantara.
Amanat tersebut disampaikan secara lisan.
Thariqat Sanusiyah adalah dikenal sebagai tariqat yang
berani menabuh genderang perang dengan penjajah. Bila kita pernah melihat film
"Lion of The Desert" tokoh
utama di film itu adalah murid Syaikh Sanusi yang sejaman dengan Syaikh Abdul
Fatah. Mempertimbangkan perpolitikan kala itu yang cenderung anti terhadap
Tariqat yg punya gerakan melawan, agar perjalanan dan perkembangan tariqat
mulus, Syaikh Abdul Fattah ibarat Khalifah ia bersiyasah dengan mengubah nama
Thariqat dari Sanusiyah menjadi bernama Idrisiyyah, dengan menisbahkannya ke
nama Syaikh Ahmad bin Idris Al Fasi yang merupakan nama dalam rangkaian
silsilahnya. Pengubahan nama ini untuk tidak terlalu memancing perhatian
penjajah Belanda kala itu yang sangat mengawasi tariqat, bahkan Belanda hingga
menetapkan Muhammad Utsman sebagai pengawas khusus untuk perkembangan tariqat.
Saat revolusi kemerdekaan, Al Idrisiyah membangun lasykar Hizbullah, dan dipercaya TKR
kala itu untuk dititipi 40 pucuk senjata untuk digunakan dalam keamanan di
daerah sekitar.
Suksesi Kepemimpinan Kemursyidan di
Tariqat Al Idrisiyah
Hingga saat ini, sudah ada 4 generasi pemimpin Thariqat
Idrisiyah yang berpusat di Tasikmalaya, yaitu :
- Syaikh Akbar Abdul Fatah, atau dikenal dengan Ajengan Cidahu
- Syaikh Akbar Muhammad Dahlan, putranya Syaikh Akbar Abdul Fattah
- Syaikh Akbar Muhammad Daud Dahlan, putranya Syaikh Akbar Muhammad Dahlan
- Syaikh Muhammad Fathurrohman, murid juga menantu Syaikh Akbar Muhamad Daud Dahlan
Tradisi suksesi kemursyidan di Al Idrisiyah
mempertimbangkan jalur nasab dan jalur kemuridan. Mursyid menimbang kelayakan
antara garis nasab (geneologis)
dengan garis murid. Dari Syaikh Sanusi ke Syaikh Abdul Fatah ini melewati garis
murid karena dipandang mumpuni. Tiga generasi berikutnya adalah diambil dari
Nasab yang dipandang termumpuni. Pelimpahan kepada Syaikh Muhammad Faturrohman
dari Syaikh Muhammad Daud Dahlan terjadi lebih dari pertimbangan kemumpunian
dibandingkan nasab. Syaikh Muhammad Daud Dahlan sering memberikan isyarat
berupa 'silib', 'sindir', 'sasmita', 'siloka' , baik kepada perorangan,
sekelompok orang, bahkan di dalam jamaah besar mengenai siapa yang akan
melanjutkan kemursyidan.
Meskipun ada riak-riak kecil, namun karena banyak jama'ah
yang menyaksikan isyarat-isyarat yang diberikan Syaikh Muhammad Daud Dahlan,
juga diperkuat dengan mimpi sejumlah murid mengenai Mursyid pengganti, maka
sang menantu, yang dalam riwayatnya sangat khidmat kepada Mursyid sejak sebelum
diambil menantu hingga menjadi menantu, dan memperoleh penugasan-penugasan yang
berat dan musykil dilakukan oleh kebanyakan
murid sekitar setahun menjelang wafat sang Mursyid sekaligus mertua, oleh
sebagian jamaah yang berusia lanjut dan mengetahui riwayat peralihan
kemursyidan, ini dimaknai bahwa kelak sang menantu akan melanjutkan tampuk
kemursyidan mertuanya.
Pengembangan Pesantren sebagai
Pusat Tariqat Al Idrisiyah
Mengingat Cidahu areanya tak memungkinkan untuk
pengembangan pesat Thariqat, karena areanya yang sempit, di depan jalan raya
dan di belakangnya adalah Sungai Citanduy, maka Pesantren Al Idrisiyah dialihkan
ke daerah Pagendingan, yang terletak di tepi jalan Nasional, yang lebih hidup
sehingga memungkinkan dakwah menjadi lebih terbuka dan menjangkau ragam
khalayak.
Kini Pesantren Al Idrisiyah tidak hanya sebagai Pesantren
Tasawuf saja. Pesantren ini pun menyelenggarakan kegiatan sekolah dan pesantren
diniyah. Siswa dan santri di sini sudah diperkenalkan dengan kegiatan
bertariqat.
Struktur Organisasi Tariqat Al
Idrisiyah
Bila di Tariqat lain ada pembantu Mursyid (Badal,
Khalifah, Wakil Talqin) dalam melakukan proses pembelajaran dzikir yang
diistilahkan sebagai Talqin atau Bay'at, di Al Idrisiyah proses Talqin dan
Bay'at hanya dilakukan oleh Mursyid Thariqat Al Idrisiyah. Murid atau Jama'ah
yang telah belajar berdzikir kemudian dibina di Zawiyah Sufiyah (Tempat
berkumpul dan beriyadoh sufi) yang saat ini ada di 60 tempat yang tersebar di
Indonesia. Di luar negeri pengembangannya sudah ke Brunei, Malaysia, Hongkong,
dan Italia.
Di setiap Zawiyah
ada Ketua Zawiyah dan Ustadz Pembimbing amalan riyadhoh sufiyah. Ketua Zawiyah
menjalankan peran perpanjangan Tariqat Al Idrisiyah dalam bidang Dakwah,
Pendidikan, Ekonomi, Kepemudaan, dan Peranan Wanita. Ustadz Pembimbing amalan
Sufiyah berperan dalam membimbing murid atau jamaah dalam melakukan
amalan-amalan dan latihan-latihan ruhaniyah, sehingga para murid yang baru
dapat berlatih hingga menemukan lezatnya dzikrullah.
Pengembangan dakwah di jaman sekarang dilakukan oleh Al
Idrisiyyah dengan memanfaatkan teknologi informasi, berupa Website, Blog,
Aplikasi dan Sosial Media. Untuk jegiatan-kegiatan yang berlangsung di Al
Idrisiyyah siapapun yang memerlukan dapat membukanya di live streaming melalui media sosial.
Riyadhoh Sufiyah Thariqat Al
Idrisiyah
Di Al Idrisiyah ada kegiatan bulanan, mingguan, dan
harian.
Kegiatan bulanan di Al Idrisiyah yaitu kegiatan "Arba'in" (arti harfiah adalah
40). Istilah arba'in ini diambil dari
peringatan agar Murid sedapat mungkin jangan memisahkan diri dari murid
melampaui 40 hari. Dalam prakteknya, Arba'in
dilaksanakan setiap sebulan sekali. Ada kajian Arkanuddin atau Tiga Rukum Agama, yaitu seimbang antara Tasawwuf,
Aqidah dan Fikih. Kegiatan ini terbuka untuk umum, untuk mubtadi, untuk ummat
Islam yang ingin mengenal tasawuf.
Selain kegiatan Arbain
yang bersifat bulanan ,di Pusat Tariqat Idrisiyah dilakukan pula kegiatan
mingguan yang dilakukan setiap Malam Jum'at yang berupa Ta'lim khusus Tasawuf dan Latihan (Riyadhoh Shufiyyah) berupa Shalat Wajib dan nawafil, Dzikir dan Aurad.
Kegiatan harian berupa dzikir, aurad dan riyadhoh harian
dilakukan oleh masing-masing murid di tempatnga masing-masing, atau di
Zawiyah-Zawiyah yang dekat dengan tempat tinggal murid.
Saat kami berkunjung, pukul 17.15 tiba di komplek Al
Idrisiyah.
Pada malam Jum'at , sebelum Adzan Maghrib jamaah sudah
berkumpul. Jamaah laki-laki mengenakan pakaian gamis putih, berkopiah putih dan
bersorban putih dengan selendang hijau. Jamaah wanita sebagian besar bergamis
hitam dan mengenakan burkha. Sebelum shalat maghrib Jamaah melafalkan dzikir
khusus "La Ilaha IllalLah Muhammadur
Rosululloh Fi Kulli Lamhatin Wanafasin 'adada maa wa si'ahu 'ilmulLah".
Usai adzan Maghrib, jama'ah Shalat Qobliyah Maghrib, lalu Shalat Maghrib
berjama'ah, kemudian Shalat ba'diyah Maghrib berjamaah, selanjutnya Dzikir.
Kemudian Shalat Sunnat Tasbih, Shalat Sunnat Hajat, dan membaca 1 juz Al Quran
hingga saat Isya.
Lalu dilakukan Ta'lim oleh Mursyid Al Idrisiyah.
Mursyid Muhammad Fathurohman pada malam Jumat ini
memberikan ta'lim tentang 3 kartu As
bagi jamaah. Ia menjelaskan bahwa kehidupan muslim itu perlu 3 kartu As berupa
1. LI lLah, 2. FI lLah , dan 3 BI lLah.
LI lLah adalah sebuah kesadaran bahwa semua hal yang
dilakukan adalah menuju kepada Allah, hanya semata-mata untuk Allah , diniatkan
untuk Allah. Perlu sekali bagi jamah untuk memastikan Qalbu sebagai wadah
benar-benar IKHLAS = Murni, tak tercampuri dan terkotori oleh dorongan-dorongan
nafsu.
FI lLah adalah bahwa apapun yang dilakukan oleh jamaah perlu
mengikuti petunjuk dan langkah yang ditentukan oleh Allah. Jamaah perlu
mengikuti syari'at yang ditunjukkan baginda Muhammad SAW. Jamaah perlu megikuti
tuntunan dan ajaran dengan memedomani sunnah.
BI lLah berarti bahwa usai jamaah melakukan ragam upaya, ia siap
mengharapkan karunia Allah. Kelezatan Zikir itu adalah karunia Allah usai
manusia berupaya, faqir di hadapan Alllah.
Usai memberikan ta'lim, Syaikh Mursyid mengingatkan
jamaah untuk berwudhu bagi yang sudah batal sebelum memimpin dzikir. Dalam
keadaan lampu yang telah dimatikan dan suasana ruangan gelap, ia memimpin
jamaah untuk menutup mata, fokus kepada penghayatan atas diri, mengawali
kegiatan dengan bertaubat, mengingat kekeliruan yang telah dilakukan, dan
meminta kepada Allah untuk diterima taubatnya. Isak tangis , suara ratapan yang
menyayat terdengar di antara sayup-sayup suara Mursyid.
Dzikir berjamaah dengan diawali Tawbat harian, dengan
mengajak jamaah untuk bermuhasabah. Selanjutnya memimpin dzikir dan aurad
Tariqat Idrisiyah. Kegiatan diakhiri dengan Do'a.
Selanjutnya dilakukan Shalat Isya berjamaah, Shalat
Ba'diyah Isya berjamaah, kemudian dzikir dan aurad diakhiri dengan berdo'a, dan
ditutup dengan bersalam-salaman dengan jamaah.
Menjadi Murid Thariqat Al Idrisiyah
Untuk menjadi murid di Thariqat Al Idrisiyah dimulai
dengan niyat dari sang murid, melafalkannya menguatkan niat di dalam hatinya.
Seorang yang berminat belajar tasawuf, perlu berjumpa dengan mursyid. Mursyid
akan melakukan bimbingan terhadap murid untuk belajar berdzikir. Bimbingan ini
finamakan 'talqin dzikir'. Pada saat
yang sama terjadi pula pernyataan Murid siap melaksanakan pembelajaran Mursyid
. Kesepakatan ini dinamakan 'bay'at'.
Ada 2 level murid dalam pengamalan dzikir, yaitu Mubtadi
dan Khusus. Mubtadi ini adalah untuk muslim umum yang belum mengenal thariqat,
sehingga mereka belajar berthariqat. Cara pembelajaran untuk mubtadi dibuat
sederhana, sebentar, sehingga jamaah ini mengenal indahnya dzikir. Di Al Idrisiyah
ada kegiatan-kegiatan khusus yang diselenggarakan untuk Mubtadi yang dilakukan
pada bulan Zulhizzah, Robiul Awwal, Rajab.
Level Khusus dilakukan oleh masing-masing murid atau
jamaah dengan minimal melakukan riyadhoh dengan petunjuk mursyid, baik dalam tataran
keadaan, waktu, tempat dan jumlah. Al Idrisiyah menerbitkan buku saku untuk
panduan amalan murid dan jamaah yang diberi pengantar Syaikh Muhammad
Fathurohman tanggal 10 Maret 2015, dengan judul "Haqiqah Riyahin : Taman Bunga yang Harum Baunya - Untaian
Wirid, Dzikir Shalawat, Do'a Permohonan dan Perlindungan, dari Para Nabi dan
Orang-orang yang shaleh"
Thariqat Al Idrisiyah dan Budaya
Sunda
Saat Mama Ajengan Abdul Fatah memperkenalkan Thariqat di
Cidahu, ia memanfaatkan basa sunda dengan alam pikir kesundaan untuk mengajak
ummat agar mengenal, menyukai dan lebur dalam manhaj tariqat. Ia menggunakan
bahkan membuat istilah-istilah dalam basa Sunda yang sebelumnya tak pernah ada.
Untuk menunjukkan bahwa bertariqat dan bertasawuf itu
perujudan Cinta, maka ia menggunakan istilah "Kudu mikanyaah ka nu palid".
Untuk mengingatkan kepada ummat agar selalu waspada
terhadap godaan syaithan, ia menggunakan ungkapan yang murwakanti ,
"Ka nu palih kulon , ulah jarongjon
Ka nu palih wetan, kahade gogoda Setan
Ka nu palih kidul, poma tong ngaredul
Ka nu palih kaler, hamo kapaler-paler
Ka nu di tengah, entong balangah"
"Ka nu palih kulon , ulah jarongjon
Ka nu palih wetan, kahade gogoda Setan
Ka nu palih kidul, poma tong ngaredul
Ka nu palih kaler, hamo kapaler-paler
Ka nu di tengah, entong balangah"
Pemanfaatan idiom dan 'cangkang'
Kesundaan dengan 'eusi' ketariqatan
dan ketasawufan ini terus berlanjut hingga periode Syaikh Muhammad Daud Dahlan.
Mengingat zaman sudah berubah, murid pun berdiaspora dari ragam tempat, ragam
kota, melintas batas bahasa dan budaya, Syaikh Muhammad Fathurrohman memilih
memanfaatkan bahasa Indonesia dalam ta'lim dengan memanfaatkan hasil amatan
jekinuan, sehingga Tariqat dan Tasawuf adalah respon nyata untuk ragam
persoalan sekarang.
Thariqat Al Idrisiyah menghadapi
tantangan zaman
Thariqat adalah Metode dalam berdakwah yang perlu mampu
mengatasi ruang dan waktu. Wujud bertariqat tidak hanya dalam bentuk latihan ruhaniyah
namun juga terejawantahkan dalam tindakan keseharian termasuk dalam kegiatan
sosial dan ekonomi.
Saat ini tariqat Idrisiyyah memiliki kegiatan-kegiatan
ekonomi berupa BMT untuk membantu masyarakt keluar dari cengkeraman ribawi para
rentenir, Retail dengan menghadirkan Qinimart yang jauh sebelum adanya aturan
Pemkot Tasikmalaya sudah melakukan apa yang kelak ada di dalam peraturan Kota,
dan Agrobisnis berupa Kebun Kopi dan Tambak Udang.
Semua bidang hidmah Pontren Al Idrisiyah diberi nama
QINI. Nama QINI diammbil dari do'a "Wa
Qina 'Adzaban Nar", QINI berarti Lindungi Kami. Kegiatan-kegiatan
Bisnis ini sudah menghasilkan keuntungan melampaui 4 Milyar Rupiah.
Dalam bidang kepemudaan Al Idrisiyah melakukan
pelatihan-pelatihan kepemudaan, termasuk pelatihan bela negara, pelatihan
deradikalisasi. Bahkan ada unit SUFI'S yang mendidik para pemuda tanggap dalam
bela negara dan terlibat dalam keamanan, yang merupakan bina mitra POLRI
pemolisian komunitas di wilayah terbatas pesantren.
Al Idrisiyah punya unit kesehatan dan menjadi tempat
berhimpunnya para ahli tibunnabawi. Selain itu pelatihan-pelatihan untuk
peningkatan kompetensi para wanita sebagai Ibu, sebagai madrasah awal dan utama
sering dilakukan di Al Idrisiyah.
Dalam menghadapi perpolitikan di daerah msupun di pusat,
tersinyalir dari ta'lim Syaikh Muhammad Fathurohman, Al Idrisiyah menjaga ruang
gerak dengan perpolitikan, ia tidak menjadi pro kepada satu pihak dan anti
kepada pihak lain, tetapi berupaya menjadi perangkul dan pemersatu di antara
perseteruan. Al Idrisiyah ingin menjadi bagian dari solusi terhadap
permasalahan bangsa ini. Kegiatan yang dilakukan bekerjasana dengan Kementrian
Pertahanan berupa pelatihan Deradikalisasi atau Islam yang Damai serta
Mendamaikan, menunjukkan sikap politik Al Idrisiyah.
Wallahu'alam
loading...
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon