Khutbah Jum’at
A. Peta Konsep1. Pengertian khutbah jum’at
2. Syarat-syarat khutbah jum’at
3. Rukun-rukun khutbah jum’at
4. Sunnah-sunnah khutbah jum’at
5. Pelaksanaan khutbah jum’at
6. Kedudukan khutbah jum’at
B. Uraian ( Materi )
1. Pengertian khutbah jum’at
Khutbah mempunyai arti yaitu memberi nasihat,. Dan ada sebagian fuqaha berpendapat bahwa khutbah jum’at adalah dalam rangka memberikan nasehat sebagaimana nasehat-nasehat yang diberikan kepada para jama’ah jum’at.
Khutbah Jum’at merupakan salah satu media yang strategis untuk dakwah Islam, karena ia bersifat rutin dan wajib dihadiri oleh kaum muslimin secara berjamaah. Sayangnya, media ini terkadang kurang dimanfaatkan secara optimal. Para khathib seringkali menyampaikan khutbah yang membosankan yang berputar-putar dan itu-itu saja. Akibatnya, banyak para hadirin yang terkantuk-kantuk dan bahkan tertidur. Bahkan, ada satu anekdot yang menyebutkan, khutbah Jum’at adalah obat yang cukup mujarab untuk insomnia, penyakit sulit tidur. Maksudnya, kalau Anda terkena penyakit itu, hadirilah khutbah Jum’at, niscaya Anda akan dapat tertidur nyenyak !
Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa khutbah Jumat itu dilakukan sebelum shalat Jumat. Berbeda dengan khurtbah Idul fitri atau Idul Adha yang justru dilantunkan setelah selesai shalat Id.
2. Syarat-syarat khutbah jum’at
Khatib (orang yang berkhutbah) harus suci dari hadas baik besar maupun kecil.
Khatib harus suci dari najis baik badan, pakaian maupun tempat.
Khatib harus mneutup aurat.
Khatib harus berdiri bila mampu.
Pelaksanaan khutbah harus sudah masuk waktu Zuhur.
Khatib harus menyampaikan khutbahnya dengan suara keras yang terdengar oleh jama’ah jum’at.
Khatib harus duduk di antara dua khutbah dengan tuma’ninah.
Rukun-rukun khutbah harus disampaikan dengan bahasa Arab, selebihnya bisa menggunakan bahasa yang dapat dipahami dan sesuai dengan jama’ahnya.
Khutbah disampaikan secara berturut-turut, terus dilanjutkan dengan shalat jum’at
3. Rukun-rukun khutbah jum’at
A. Rukun Pertama: HamdalahKhutbah jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafaz yang memuji Allah SWT. Misalnya lafaz alhamdulillah, atau innalhamda lillah, atau ahmadullah. Pendeknya, minimal ada kata alhamd dan lafaz Allah, baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
B. Rukun Kedua: Shalawat kepada Nabi SAWShalawat kepada nabi Muhammad SAW harus dilafadzkan dengan jelas, paling tidak ada kata shalawat. Misalnya ushalli ‘ala Muhammad, atau as-shalatu ‘ala Muhammad, atau ana mushallai ala Muhammad.Namun nama Muhammad SAW boleh saja diucapkan dengan lafadz Ahmad, karena Ahmad adalah nama beliau juga sebagaimana tertera dalam Al-Quran.
C. Rukun Ketiga: Washiyat untuk Taqwa Yang dimaksud dengan washiyat ini adalah perintah atau ajakan atau anjuran untuk bertakwa atau takut kepada Allah SWT. Dan menurut Az-Zayadi, washiyat ini adalah perintah untuk mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sedangkan menurut Ibnu Hajar, cuukup dengan ajakan untuk mengerjakan perintah Allah. Sedangkan menurut Ar-Ramli, washiyat itu harus berbentuk seruan kepada ketaatan kepada Allah.Lafadznya sendiri bisa lebih bebas. Misalnya dalam bentuk kalimat: takutlah kalian kepada Allah. Atau kalimat: marilah kita bertaqwa dan menjadi hamba yang taat. Ketiga rukun di atas harus terdapat dalam kedua khutbah Jumat itu.
D. Rukun Keempat: Membaca ayat Al-Quran pada salah satunyaMinimal satu kalimat dari ayat Al-Quran yang mengandung makna lengkap. Bukan sekedar potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka tidak dikatakan sebagai pembacaan Al-Qur’an bila sekedar mengucapkan lafaz:
tsumma nazhar. Tentang tema ayatnya bebas saja, tidak ada ketentuan harus ayat tentang perintah atau larangan atau hukum. Boleh juga ayat Quran tentang kisah umat terdahulu dan lainnya.
E. Rukun Kelima: Doa untuk umat Islam di khutbah kedua. Pada bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafaz yang doa yang intinya meminta kepada Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummaghfir lil muslimin wal muslimat . Atau kalimat Allahumma ajirna minannar.
4. Sunnah-sunnah khutbah jum’at
Bersiwak ketika akan memulai khutbah.
Berpakaian putih dan memakai harum-haruman (parfum).
Khutbah disampaikan di atas mimbar.
Mengucapkan salam, sebelum memulai khutbah.
Duduk setelah salam untuk mendengarkan azan.
Memegang tongkat di tangan kirinya.
Khutbah disampaikan secara singkat dan padat dengan bahasa yang baik dan suara yang lantang.
5. Pelaksanaan khutbah jum’at
Khutbah jum’at mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena di samping berisi nasihat-nasihat, khutbah juga merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dari shalat jum’at. Sekalipun demikian, mengenai pelaksanaannya masih diperdebatkan oleh para ulama. Seperti yang ditunjukkan sekarang ini dalam pelaksanaan khutbah di tengah-tengah masyarakat, ada yang hanya satu kali berdiri saja (satu khutbah) dan ada yang berdiri dua kali setelah diselingi duduk beberapa saat di antara keduanya (dua khutbah).
Seorang ahli fiqih terkemuka, Ibnu Rusyd, dalam karyanya ”Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid” menerangkan bahwa perbedaan ini berasal dari perbedaan pendapat mengenai hukum duduk di antara dua khutbah (qu’ud bain al-khutbatain). Jika duduk itu dimaksudkan untuk istirahat bagi khatib, berarti duduk itu bukan merupakan syarat. Namun jika hal itu dianggap sebagai ibadah, berarti duduk itu merupakan syarat yang harus dikerjakan. (Suparta, 2006: 29)
Dalam kaitannya dengan masalah ini, Imam malik berpendapat bahwa duduk (untuk berpindah khutbah kedua) bukan merupakan syarat khutbah. Sementara Imam Syafi’i mengemukakan bahwa duduk merupakan syarat. Dua pandangan ini jelas berbeda, meski perbedaan tersebut hanya dalam soal pemahaman tentang arti duduk di antara dua khutbah. Jadi, tidak begitu prinsip. Dalam praktiknya tetap saja mereka mewajibkan dan melaksanakan dua khutbah. Hanya yang satu menganut pemahaman hukum dari segi lughawi saja dan yang lainnya dari syar’i. Artinya, dua khutbah bagi kelompok yang lughawiyah adalah dua khutbah yang dibedakan hanya dengan ucapan hamdallah, sebagaimana kebiasaan dalam khutbah yang menggunakan bahasa Arab. Kelompok ini mencukupkan dirinya dengan memahami hukum secara garis besar saja tidak serinci kelompok syar’iyyah.Pada kelompok Syar’i, dua khutbah itu dibedakan tidak hanya oleh kughat hamdallah, tetapi juga hingga tata cara fisik. Di dalam pelaksanaan khutbah tersebut hanya diperhatikan duduk berdirinya istirahatnya, kalimat yang diucapkannya, bahasa yang digunakanny. Berkenaan dengan kehati-hatian (ihtiyat) dari sini lah para fuqaha merumuskan rukun dan syarat khutbah. Dijelaskan dalam sebuah hadits bahwa Nabi saw menyelenggarakan khutbah jum’at dengan dua bagian khutbah:
Artinya: ” Dari Ibnu Umar ra. Bahwasanya Nabi saw, berkhutbah pada hari jum’at (dengan berdiri), kemudian duduk, kemudian berdiri dan berkhutbah.
(Abu ubaidillah) menerangkan : ” Sebagaimana yang kalian kerjakan” (HR Al-Tirmidzi diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah dan Jabir bin Samurah).
Hadits ini menurut Abu Isa adalah hadits hasan lagi shahih, karena Ibnu Umar yang melihat secara langsung. Dengan demikian, tata cara melaksanakan khutbah yang dilakukan oleh Nabi, yaitu khutbah dengan duduk sebentar di antara dua khutbah.
6. Kedudukan khutbah jum’at
Jumhur (mayoritas) fuqaha berpendapat bahwa khutbah jum’at merupakan syarat dan rukun shalat jum’at. Ada juga kelompok fuqaha lain yang berpandangan bahwa khutbah merupakan hal yang khusus ketika hendak shalat, dan di anggap sebagai pengganti dua rakaat shalat zuhur yang hilang. Kerena itu khutbah merupakan syarat shalat jum’at bahkan merupakan syarat sahnya shalat jum’at. Sedangkan sebagian fuqaha yang lain berpendirian bahwa khutbah jum’at adalah dalam rangka memberikan nasihat sebagaimana nasihat-nasihat lain kepada jama’ah jum’at karena itu, mereka meyimpulkan bahwaa khutbah bukan merupakan pilar shalat jum’at. (Suparta, 2006: 27)
Pendapat lainnya menyatakan bahwa khutbah jum’at dalam pengertian aslinya adalah memberi nasihat, tetapi mereka menganggap bahwa khutbah jum’at sebagai khutbah khusus yang sudah ditetapkan syar’i. Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan alas an ulama yang menyatakan wajibnya khutbah, tanpa melepaskan pengertian aslinya. Mereka memberi interpretasi pada kalimat dzikrullah (mengingat Allah) dengan arti khutbah, ayat tersebut adalah:
Yang artinya: “maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah”. (Qs.Al-jumu’ah:9)
Begitu pentingnya kedudukan khutbah jum’at, sehingga mendengarkan khutbah merupakan keharusan yang diperintahkan. Sementara mengerjakan hal-hal di luar pelaksanaan khutbah sangat dilarang. Karena itu pula selama khutbah berlangsung orang yang mendengarkan khutbah diharuskan menjaga mulutnya untuk tidak berkata-kata, meskipun hanya satu kata, seperti kata perintah,”diam!” yang dilontarkan kepda yang lain. Meskipun tampaknya perintah ini baik, tapi ternyata termasuk bentuk pelanggaran. Mereka yang melanggar ketentuan itu dikategorikan sebagai pelaksana shalat jum’at yang lagha, artinya shalat jum’at yang dilaksanakannya terancam batal, seperti disebutkan dalam sebuah hadits berikut:
Artinya: ” Dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi saw, bersabda: ” Apabila engkau katakan kepada temanmu pada hari jum’at ”diam” sewaktu imam berkhutbah, maka sesungguhnya telah binasalah jum’atmu”. (HR. Bukhari)
C. Analisis
Unsur-unsur yang terdapat didalam materi khutbah jum’at ini yaitu:
1. Konsep, yang terdapat dalam pengertian khutbah jum’at yang mana khutbah jum’at diartikan sebagai memberi nasehat. Selain itu juga dalam materi di atas terdapat syarat-syarat dan rukun-rukun dari khutbah jum’at yang mana itu juga termasuk dari bagian konsep.
2. Prinsip, yang terdapat dalam materi sunnah-sunnah, syarat-syarat khutbah jum’at, dan rukun-rukun khutbah jum’at.
3. Proses, yang terdaapat dalam materi pelaksanaan khutbah jumm’at dan kedudukan khutbah jum’at. Yang mana di jelaskan di dalamnya mengenai tata cara dari pelaksanaan khutbah jum’at sebagaimana yang dicontohkan oleh Rosulullah SAW. Selain itu juga mengenai kedudukan khutbah jum’at yang di anggap sangat penting.
Sumber : http://spupe07.wordpress.com/2010/01/05/khutbah-jumat/
loading...
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon